Akademisi Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB Apresiasi Buku Karya Azwar AnasPemkab Banyuwangi

Akademisi Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB Apresiasi Buku Karya Azwar Anas

(Foto: Humas/kab/bwi)

KabarBanyuwangi.co.id - Buku-buku karya mantan Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas terus mendapatkan apresiasi dari kalangan kampus. Kali ini, akademisi dari School of Bussiness & Management (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB) memberikan apresiasi terhadap tiga buku yang ditulis oleh Azwar Anas sebagai catatan purna bakti kepemimpinannya.

Hal itu saat digelar bedah buku-buku di Kampus Universitas Banyuwangi (Uniba), Sabtu (27/2/2021). Hadir secara daring Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahudin Uno, mantan Menparekraf Arief Yahya, Dekan SBM ITB Prof. Utomo Sarjono Putro, Rektor Uniba DR. Sadi. Acara diikuti 200 mahasiswa program pasca sarjana SBM ITB.  

Buku karya Abdullah Azwar Anas adalah Anti-Mainstrem Marketing: 20 Jurus Mengubah Banyuwangi” (Gramedia Pustaka Utama, 2019); “Inovasi Banyuwangi: Jalan Terpendek Mencapai Layanan Publik Prima” (Gramedia Pustaka Utama, 2019); dan “Creative Collaboration: 10 Tahun Perjalanan Transformasi Banyuwangi” (Mizan, 2020).

Baca Juga :

Para pembedah buku adalah Dr. Agung Wicaksono, Dosen IMBITB /Direksi MRT Jakarta dan TransJakarta 2016-2020) dan Reza Ashari Nasution (Wakil Dekan Bidang Sumberdaya SBMITB/ Pakar Transformasi Digital).

Agung sebagai pembedah pertama mengulas tentang Banyuwangi dalam kerangka Medici Effect, yakni inovasi dihasilkan dari interaksi berbagai bidang yang sebenarnya tidak saling terkait yang akhirnya membawa ide baru. Seperti Teori Evolusi Darwin, yang merupakan hasil interaksi antara Charles Darwin (geolog) dengan John Gould (ahli burung).

"Sebenarnya tidak nyambung geolog dan ahli burung. Tapi karena saling berkontribusi akhirnya menghasilkan teori evolusi. Ini dampak kolaborasi dari ilmu yang berbeda. Hal yang sama juga saya lihat di Banywuangi," jelas Agung.

Agung lalu mencontohkan branding Mal Pelayanan Publik. Menurutnya, ini merupakan ide jeli bagaimana mengawinkan istilah mal dengan pelayanan birokrat.

"Mendengar kata Mal itu kita seneng, sementara dengar kata birokrasi itu senep (sakit perut). Nah, di Banyuwangi justru dikawinkan, jadilah Mal Pelayanan Publik. Akhirnya membuat kesan bahwa pelayanan publik di sana sesuatu yang menyenangkan," ujarnya.

"Jadi kita memang harus lebih banyak berkolaborasi dengan banyak orang yang di luar bidang kita, untuk menghasilkan suatu ide, suatu inovasi," kata dia.

Pembedah lainnya, yakni Reza Ashari Nasution yang secara khusus membedah buku Anti Mainstream Marketing. Reza banyak mengupas "marketing" yang dilakukan oleh Banyuwangi dengan mainstream marketing yang selama ini dikenal.

Sementara itu, Azwar Anas menegaskan, jika buku-buku tersebut tidak sekadar menjadi tonggak dari apa yang dilakukan seorang diri. Tapi, ada kontribusi berbagai pihak. Mulai dari masyarakat Banyuwangi, birokrat, hingga instansi vertikal lainnya. 

“Buku ini memang menggambarkan tentang perubahan Banyuwangi sebagai resultan kerja kolaboratif banyak pihak. Bertemu dengan banyak orang, lalu berkolaborasi dan akhirnya menghasilkan banyak inovasi,” terang Anas. (Humas/kab/bwi)